hujan bintang

Saturday, July 13, 2013

Episiotomi


EPISIOTOMI

A.                DEFENISI
Adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi. Perlebaran ini dapat dilakukan di garis tengah (”midline”) atau dari sebuah sudut dari ujung belakang dari vulva, dilakukan di bawah bius lokal (”local anaesthetic”) dan dijahit kembali setelah melahirkan. Ini merupakan suatu prosedur umum dalam kedokteran yang dilakukan kepada wanita.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomy pada primgravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum menipis dan kepala janin tidak masuk kembali kevagina. Ketika kepala janin akan melakukan defleksi dengan suboksiput dibawah simfisis dengan hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian rupture perinea dapat dihindarkan. Adapun waktu melakukan episiotomiadalah saat diameter kepala terlihat 3 -4 cm pada waktu kontraksi.
B.                  PERSIAPAN
a.    Pertimbangkan indikasi episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi penting untuk   kesehatan dan kenyamanan ibu/bayi
b.   Pastikan perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan steril
c.    Gunakan teknik aseptik setiap saat, cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
d.                  Jelaskan kepada ibu alasan dilakukannya episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu, berikan dukungan dan dorongan pada ibu
C.                 TUJUAN EPISIOTOMI
1.     Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan ruptura   perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi.
2.         Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit.
3.         Mengurangi tekanan kepala bayi.
4.         Mempersingkat kala II.
5.         Mengurangi kemungkinan terjadinya ruptura perinium totalis.
6.   Mencegah terjadinya robekan pada muskulus spinterani yang dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia alvi.
D.                INDIKASI EPISIOTOMI :
Indikasi dari ibu antara lain :
1.      Fasilitas untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan instrumen.
2.      Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan, (misalnya bayi yang sangat besar atau makrosomia).
3.      Mencegah kerusakan jaringan pada ibu pada kasus letak/presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil).
4.      Arkus pubis yang sempit.
5.      Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
6.      Sewaktu melahirkan janin letak sunsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum dan janin besar
7.      Perineum kaku dan pendek
Indikasi dari janin antara lain :
1.      Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum umpamanya pada primipara, persalinan sunsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
2.      Sewaktu melahirkan janin prematur. tujuanya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
3.      Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, dan janin besar.
4.      Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin.
E.                 KONTRAINDIKASI EPISIOTOMI :
1.      Bukan persalinan pervaginam
2.      Kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol
3.      Pasien menolak dilakukan intervensi operatif.
4.      Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam.
5.      Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
F.                  RESIKO EPISIOTOMI :
1.   Kehilangan darah yang lebih banyak
2.   Pembentukan hematoma
3.   Kemungkinan infeksi lebih besar
4.   Introitus lebih lebar
5.   Luka lebih terbuka lagi.
G.                LAPISAN YANG TERINSISI PADA TINDAKAN EPISIOTOMI :
1.   Dinding posterior lapisan mukosa vagina
2.   Lapisan kulit perineum serta jaringan subkutisnya
3.   Muskulus bulbokavernosus
4.   Muskulus transversus perinei superfisialis
5.   Muskulus transversus perinei profundus
6.   Muskulus bulbococcygeus.
H.                ROBEKAN PERINEUM DIBAGI ATAS 4 TINGKATAN :
Tingkat I                       :  Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
Tingkat II       : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.
Tingkat III     :     Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.
Tingkat IV     :     Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum
Beberapa upaya pencegahan robekan perineum :
v  Aplikasi handuk pada perineum ,
v  fasilitas fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak ,
v  mengarahkan kepala bayi agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat ekspulsi, menahan perineum  dengan regangan telunjuk dan ibu jari
v  melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati- hati dapat mengurangi ketegangan berlebihan pada perineum dan vagina.
I.                    JENIS EPISIOTOMI
Berdasarkan tipe insisinya terdapat 3 jenis episiotomi :
v    Median
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot – otot sfingter ani. sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.Merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, lebih sedikit pendarahan, penyembuhan lebih baik dan jarang dispareuni. Episitomi ini dapat menyebabkan ruptur totalis.
v    Mediolateral :
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina menuju ke belakang dan samping kiri atau kanan. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris. jenis insisi yang banyak dilakukan karena lebih aman.
v    Lateral :
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.1-2 cm di atas comisura posterior kesamping . tidak dianjurkan lagi karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak dan sukar direparasi.
Adapun keuntungan dan kerugian setiap jenis episiotomi :
·   Episiotomi median :
1.   Mudah diperbaiki (dijahit)
2.   Tidak akan mempengaruhi keseimbangan otot dikanan kiri dasar pelvis.
3.   Kesalahan penyembuhan jarang
4.   Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan.
5.   Tidak begitu sakit pada masa nifas.
6.   Dispareuni jarang terjadi
7.   Hasil akhir anatomik selalu bagus
8.   Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
9.   Perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak sering.

·         Episiotomi Mediolateral :
1.      Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya)
2.      Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis.
3.       Kesalahan penyembuhan lebih sering
4.      Otot – ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit).
5.      Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari
6.      Kadang – kadang diikuti dispareuni
7.      Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus)
8.       Terbentuk jaringan parut yang kurang baik
9.       Kehilangan darah lebih banyak
10.   Daerah insisi kaya akan fleksus venosus
11.  .Perluasan ke sfingter lebih jarang.
Sebelum melakukan episiotomi ada prosedur yang harus dilakukan :
1.   Mempersiapkan alat
2.   Memberitahukan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu tetap tenang atau merasa tenang.
3.   Melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva
4.   Anestesi lokal caranya :
ü  Bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml)
ü  Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette).
ü  Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan garis tengah
ü  Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5 – 10 ml lidokain 1% .
ü  Tunggu 1 – 2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum episiotomi dilakukan.

Cara melakukan tindakan episiotomi adalah :
1.      Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan
2.      Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan.
3.      Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari telunjuk dan tengah.
4.      Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan)
5.      Lanjutkan pimpinan persalinan.
Perbaikan episiotomi median :
1.      catgut kromik 00 atau 000 sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa vagina .
2.      Dekatkan tepi – tepi potongan cincin hymen, jahitan dikencangkan dan dipotong. Selanjutnya tiga atau empat jahitan terputus catgut 00 atau 000 ditempatkan pada fasia dan otot perineum yang di insisi.
3.      Jahitan kontinyu dibawa kebawah untuk menyatukan fasia
4.      Penyempurnaan jahitan , dan jahitan kontinyu diarahkan keatas sebagai jahitan subkutikuler.
5.      Alternatif lain penyempurnaan jahitan, beberapa jahitan catgut kromik 000 terputus ditempatkan melalui kulit.
Perbaikan episiotomi mediolateral :
1.       Catgut kromik 00 atau 000, sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa dan submukosa vagina.
2.       Ketika mencapai cincin hymen, terus dilanjutkan hingga menyatukan ujung posterior fourchette dan labia mayora.
3.      Jahitan dikubur dibawah kulit, dan kedua ujung sfingter vagina yang terpotong (kedua ujung otot bulbokavernosus) dipertemukan.
4.      Otot perineum profunda termasuk levator ani didekatkan dengan jahitan terputus
5.      Otot – otot perineum profunda disatukan dengan jahitan inversi terputus dengan memakai kromik catgut.
6.      Selanjutnya dibuat suatu lapisan jahitan inversi terputus dengan menggunakan bahan yang sama untuk menyatukan otot perineum superfisialis.
7.      Kulit perineum didekatkan dengan jahitan matras terputus menggunakan kromik catgut.
Penjahitan robekan perineum tingkat III :
1.      Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan .
2.      Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau kasa ke dalam vagina.
3.      Gunakan benang jahit ( kromik no 2/0 )
4.      Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.
5.      Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, di klem dengan menggunankan pean lurus.
6.      Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2 – 3 jahitan angka 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali.
7.      Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II.

Penjahitan robekan perineum Tingkat IV :
1.  Gunakan benang jahit ( kromik 2/0 )
2.      Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.
3. Mula – mula dinding depan rektum yang robek dijahit dengan jahitan jelujur menggunakan catgut kromik no 2/0.
4.      Jahi fasia perirektal dengan menggunakan benang yang sama shingga bertemu kembali.
5. Jahit fasia septum rektovaginal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga bertemu kembali.
6. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan menggunakan pean lurus.
7. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan menggunakan 2 – 3 jahitan 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali.
8. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II.
Komplikasi episiotomi adalah :
1.      Nyeri post partum dan dyspareunia.
2.      Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat.
3.      Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .
4.      Trauma perineum posterior berat.
5.      Trauma perineum anterior
6.      Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
7.      Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi.
8.      Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual. 

No comments:

Post a Comment